Sabtu, 13 November 2021

MURID ABADI

 MURID ABADI

ORA ONO SANTRI SIK GAK OLEH OPO OPO SEKO KYAI 


Di benak sebagian orang, kata santri adalah ungkapan yang seringkali diidentikkan dengan kekolotan bahkan suatu sikap kuno. Bahkan mereka beranggapan seorang santri seakan akan tidak punya pengaruh apapun untuk negara. Di sisi lain, sebagian santri di era kiwari ini telah mengalami transformasi dan pergeseran nilai-nilai akibat arus globalisasi yang menjauh dari kearifan budaya bangsa.

Tuduhan-tuduhan tersebut membuat santri kurang percaya diri, alih-alih menegaskan eksistensi mereka. Menjadi santri, dalam tradisi indonesia artinya menyerahkan sepenuh hati dan jiwa raga berupa pengabdian spiritual untuk Kyai, dan pengabdian sosial untuk lingkungan sekitar atas ilmu yang sudah didapatkan tanpa melepaskan identitas santri.

Peran Sentral dan Teladan Seorang Kyai

Nyantri, bukan sekadar proses belajar-mengajar. Pun pesantren, bukan sekadar penddikan biasa yang sering dipahami secara keliru. Lebih dari itu, nyantri merupakan sebuah peristiwa spiritual santri bersama kyai, sebuah upaya untuk mencari jati diri manusia, untuk menjadi manusia yang paripurna (insan kamil).

Dalam pendidikan pesantren, kyai, sebagai figur guru dan pengasuh spiritual, memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter santri. Selain pengajaran keagamaan, nilai-nilai dan teladan adalah asupan utama yang ditransfer dalam kehidupan pesantren. Nilai yang tidak bisa didaparkan di lembaga pendidikan lain selain pesantren.

Karenanya , Kyai adalah sosok teladan paripurna bagi santri. Karena keteladanan sejatinya merupakan sesuatu yang patut untuk ditiru seperti disebutkan pepatah arab “lisanul hal afsahu min lisanul maqal”. Oleh karena itu para kyai lebih senang mengajarkan santrinya dengan contoh dalam keseharian disamping melalui pengajian dan ceramah.

Seperti nasionalisme yang ditekankan lewat nguri-nguri kebudayaan di lingkungan sekitar pesantren yang kemudian diterapkan menjadi praktek keberagamaan yang mudah dan toleran sehingga diterima beragam masyarakat. Sosok kyai yang mumpuni dan bijaksana sangat menentukan sejauh mana ajaran agama dapat diterima masyarakat Indonesia yang majemuk.

Proses transfer nilai lainnya melalui ziarah kubur ke makam ulama dan para wali yang sudah turun-temurun dilaksanakan dan memang merupakan kebiasaan ulama terdahulu di berbagai belahan dunia.  Salah satu bentuk penghormatan dan rasa terima kasih kepada sang guru atas ilmu dan barokah mereka, bahkan sekalipun tak pernah berjumpa, atau hanya mengaji kitab sang alim tersebut.

Identitas Yang Melekat

Menyebut istilah “menjadi santri” sebagai jati diri, teringat kutipan yang dikatakan oleh seorang santri bernama Sastrawijaya dalam karya Serat Poerwa Tjarita Bali  tahun 1875, tentang ungkapan “dados santri”.

Dados santri disini melampaui batas pengertian nyantri di sebuah pesantren dan setelah itu selesai, menjadi alumni. “Dados santri” tidak mengenal istilah alumni, tamat, atau lulusan. Ketika Sastrawijaya menyebut dirinya “dados santri”, berarti identitasnya melekat selamanya. Sama seperti sebutan “bangsa Indonesia” melekat pada diri kita seumur hidup (meskipun pindah kewarganegaraan).

Dalam menunjukkan eksistensinya, santri harus berani mengglobal, tidak takut melanglang buana, namun tetap memerhatikan etika khas santri. Santri harus punya sikap yang lentur namun tetap berakhlak santun dalam berinteraksi di manapun. Santri juga harus berfikir kritis dalam menyikapi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Tentang  “menjadi santri”,  memberikan sebuah konstruksi tentang saiapa sebenarnya santri,

Cara hidupnya, semangatnya, dan cita-citanya, suka dukanya, tentang nasibnya, dan segala lika liku hidup rakyat, santri lahir dari sana, demikian mereka hidup, dan lalu mati pun disana pula,….

Jelaslah bahwa santri sebagai jati diri, adalah prinsip hidup yang harus dibawa sampai mati, beranilah unjuk diri di manapun berada, berani berbicara dan tampil di tengah masyarakat untuk menyelesaikan permasalahannya. Dengan demikian santri menjadi teladan masyarakat dengan mengamalkan ilmunya untuk kemaslahatan bersama.

Penegasan Eksistensi

“كن عالما أو متعلما أو مستمعا ولا تكن رابعا فتهلك”    

“Jadilah pembelajar, atau pengajar atau orang pedengar ilmu ,dan jangan menjadi yang keempat, maka kamu akan celaka.”

Menjadi santri,  bukan hanya mengaji. Santri harus berani bersuara untuk masyarakat dan membenahi masyarakat. Tentunya, dengan cara-cara yang baik dan tanpa menghakimi, alias memerhatikan situasi dan kondisi masyarakatnya. Inilah khas santri dengan mengedepankan akhlak dan nilai-nilai.

Mengenai eksistensi, sebagian masyarakat menilai santri hanya tentang pengajian. Padahal banyak santri yang sudah menjadi tokoh dan sudah memberi kontribusi dan menempati posisi penting. 

Moralitas dan Kepercayaan Diri

Jamak diketahui bahwa santri orang yang mendalami ilmu agama. Pada perkembangannya, santri tidak hanya dibekali ilmu agama saja, melainkan ilmu-ilmu dan keterampilan yang menunjang bakat dan minat mereka untuk menghadapi persaingan global.

Di era kiwari ini, kompetensi memang penting. Tetapi, disamping itu ada yang lebih penting dan fundamental : moralitas dan kepercayaan diri. Kompetensi yang tidak ditopang moralitas dan kepercayaan diri bisa memunculkan ketidakseimbangan. Santri, terlebih sebagai sosok mumpuni dalam ilmu agama, mengemban tugas mulia dalam menebarkan ajaran islam rahmatan lil alamin.

Dua kunci utama tadi harus dimiliki santri ketika berjuang di tengah masyarakat agar mampu bersosialisasi dan bersyiar. Terlebih moralitas, adalah yang paling utama bahkan di atas ilmu yang dimiliki santri sendiri. Masyarakat akan mendengarkan hanya jika sang santri mampu memberi teladan baik dan menerima ajakannya.

Memang dan patut disesali ada sebagian santri kiwari yang telah luntur moralitasnya. Oleh karena itu, realitas yang ada sekarang harus kita bawa ke arah yang positif dengan memerhatikan dua kunci penting tadi.

Jika santri mampu memegang teguh prinsip, dan tidak mudah goyah serta senantiasa menyebarkan nilai nilai islam dengan kelembutan, baik tutur kata maupun tingkah laku, maka  menjadi insan kamil itu bukan hal yang mustahil.

Katakanlah sekeras-kerasnya :

 “akulah santri, ora ono santri sik ra oleh opo opo seko kyai”.

AKU MURID ABADI







Rabu, 03 Juli 2019

Sekilas Lentera Pondok Pesantren Al Islam Semanding Bandungan Saradan Madiun

Pondok Pesantren Al Islam Semanding adalah sebuah Lembaga Pendidikan Islam, yang berada di Semanding Bandungan Saradan Madiun Jawa Timur. Pondok Pesantren ini berawal dan di dirikan oleh Kyai Imam Ahmad, setelah berguru  di berbagai tempat dan  termasuk yang di kenal di Cepoko pada zaman Mbah Kyai Zainuddin bin Abror.  Mbah Kyai Imam Ahmad sendiri adalah sahabat dekat Mbah Kyai Abdul Qodir, kakak dari Ibu Nyai Musrifah, Istri Mbah Kyai Imam Ahmad.
Mbah Kyai Abdul Qodir adalah Putra ke dua dari Mbah Kyai Hasan Istaz,  yang memiliki Putra Putri yaitu :
Mbah Kyai Syafi'i Kalirong
Mbah  Kyai Abdul Qodir Kayen
Mbah Nyai Musrifah Semanding
Mbah Nyai Musri'ah Sonopatik
Mbah Kyai Zainuddin Tawang
Mbah Kyai Abdurrohman Ngembak

Kyai Imam Ahmad sendiri memiliki 8 Putra Putri yakni :
1.  Mbah Nyai Sofuro Bonggah Ploso
2. Mbah Nyai Siti Fatimah Tempuran.
3. Mbah Nyai Binti Semanding
4. Mbah Kyai Kholil Ishomuddin Semanding
5. Mbah Kyai Umar Semanding
6. Mbah Nyai Khodijah
7. Mbah Kyai Danu Abror Datengan
8. Mbah Kyai dahlan Bangsri

 Pondok Pesantren Al Islam Semanding sendiri , yang di teruskan oleh kedua Putranya yakni 
Kyai Kholil Ishomuddin dan Kyai Umar,
Setelah Beliau mondok dan berguru di berbagai tempat, salah satunya  Kyai Kholil Ishomuddin  juga mondok lama di Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, Pondok Watu Congol sehingga beliau sangat Alim dalam agama. Begitu juga dengan Kyai Umar  belajar di berbagai Pondok, dan salah satunya di Jampes pada era Mbah Kyai Ihksan.
kemudian periode Kyai Mashudi
Pondok ini terus berkembang pesat di berbagai bidang, baik Formal maupun Non Formal sampai pada periode sekarang ini di asuh oleh 
Kyai Ahmad Banu Faishol ( Putra Kyai Umar ) , 
Kyai Fuad Albaehaqi ( Putra Kyai Mashudi ) 
dan semua sesepuh serta keluarga Pondok Pesantren Al Islam Semanding.





UNIT  PENDIDIKAN

PENDIDIKAN FORMAL )

 RA. KHOIRUT TARBIYAH
MI MITAHUL HUDA
MTS MIFTAHUL HUDA
MA MIFTAHUL HUDA

( PENDIDIKAN ISLAM )

TPQ MIFTAHUL HUDA
MADRASAH DINIYYAH MIFTAHUL HUDA
KAJIAN KITAB KUNING
TAHFIDZIL QUR'AN